
KITAKAH WALIYYULLAH ITU ?
AL-Wali bentuk jamaknya adalah AL-Auliya yang berarti dekat, mengerjakan sesuatu, menolong, dan mencintai. Lafadz wali dalam Al-Qur'an kadang bermakna isim fa'il (subjek) yang diartikan penolong atau pelindung dan kadang bermakna isim maf'ul (objek) yang diartikan yang ditolong atau yang dilindungi.
Di antara lafadz wali dengan makna isim fail terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 257 sebagai berikut:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang yang beriman. Dia Mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah:257)
Ketika lafadz wali dinisbatkan kepada Allah memberikan pengertian bahwa Allah lah yang memberikan petunjuk kepada setiap hamba untuk beriman, mengenal, mentaati, mencintai, dan menolong agama-Nya. Dengan semua itu akan menjadi penyebab dicintai dan dilindungi oleh Allah swt. Maka dengan demikian, Allah menjadi walinya.
Di antara lafadz wali dengan makna isim maf’ul terdapat dalam surat Yunus ayat 62 sebagai berikut:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. (Q.S. Yunus:62)
Ketika lafadz Auliya dinisbatkan kepada hamba memberikan pengertian bahwa yang akan dicintai, dijaga, dan ditolong oleh Allah adalah hamba-Nya yang beriman, bertaqwa, mendekatkan diri kepada-Nya, berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pijakan dalam beramal dan menolong agama-Nya. Maka dengan demikian, hamba itu menjadi wali Allah.
Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy dalam kitabnya Aqidatul Mukmin hal. 113, wali itu ada empat tingkatan, yaitu 'Ulya (tertinggi), 'Aliyah (tinggi), Wushtha (pertengahan), dan Dunya (rendah). Tingkatan 'Ulya adalah derajat para Nabi dan Rasul, tingkatan 'Aliyah adalah derajat As-sabiqunal Awwalun, yaitu para sahabat Rasul yang pertama masuk Islam (QS. Al-Waqi'ah:10-14), tingkatan Wushtha adalah derajatnya orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang biasa disebut dengan Ashabul Yamin (QS. Al-Waqi'ah:27), dan tingkatan Dunya adalah derajat orang-orang yang imannya lemah.
Tingkatan-tingkatan tersebut di atas hendak menjelaskan bahwa tinggi dan rendahnya derajat kewalian seseorang tergantung derajat keimanan dan ketakwaannya. Derajat keimanan dan ketakwaan seseorang dibuktikan dengan kualitas dan kuantitas ibadahnya kepada Allah swt. Sebagaimana dalam firman-Nya juga sabda Rasulullah saw:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami Pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. (QS. Fathir:32)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ (البخاري)
Dari Abu Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw: sesungguhnya Allah telah berfirman: "Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan mengijinkan untuk memerangi orang tersebut, dan tidak ada yang lebih aku sukai selain hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan kewajiban. Dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunah, sehingga Aku mencintainya, dan jika Aku mencintainya, maka Aku akan menjaga pendengaran, pandangan, tangan, dan kakinya, jika ia meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan melindunginya. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya." (HR. Bukhari)
Sungguh sangat keliru jika ada yang beranggapan bahwa kewaliaan seseorang dilihat dari segi kekuatan dan kesaktiannya secara fisik, seperti bisa berjalan di atas air, bisa terbang di udara dan anggapan-anggapan aneh lainnya. Imam Syafi’I beliau berkata:
إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة
“Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di udara maka janganlah tertipu dengannya sehingga kalian menimbang urusannya dengan kitab dan sunnah.” (Ibnu Katsir, 1/112)
Setiap orang bisa menjadi waliyyullah jika ia berjuang dengan maksimal dan optimal mewujudkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. (Q.S. Yunus:61-62)
Penulis,
DW. Ashidiq
(Mudir MTs.282 Cileutik)
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
DI BALIK UJIAN ADA KEBERKAHAN (MEMETIK HIKMAH DI BALIK PERJALANAN NABI IBRAHIM)
Ujian adalah sebuah keniscayaan bagi seorang mukmin, tidak ada satu waktu dan ruang pun yang kosong dari ujian Allah swt, sebab apa yang terjadi pada diri kita di dunia yang fana ini se
TADABBUR QUR'AN (QS. AL-BAQARAH :183)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَام كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَ�
Apa yang Telah Kita Persiapkan?
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُ�
Harta Kita Kah ?
Manusia adalah mahluk lemah dan hina yang Allah ciptakan dari setetes air mani yang terpanacar, lalu Allah sempurnakan penciptaannya melebihi mahluk-mahluk yang lainnya, sebagaiman yang
KEDUDUKAN DAN TUGAS MANUSIA
Manusia bukanlah mahluk yang diciptakan Allah dari emas, perak, intan, permata, atau pun mutiara, melainkan dari setetes air yang hina, ia sendiri merasa jijik hanya sekedar untuk