
Apa yang Telah Kita Persiapkan?
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari qiyamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tiada lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran:185)
Tafsir mufrodat
ذَائِقَةُ :Diambil dari kalimat “ذاق” yang artinya daya rasa. Dikatakan demikian sebab manusia tidak dapat lari dari kematian dan begitu juga binatang.
تُوَفَّوْنَ: Diberikannya pahala dengan sempurna tanpa dikurangi sedikit pun.
مَتَاعُ : Sesuatu yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan, seperti gelas; periuk; atau piring, kemudian barang itu akan musnah dan tidak akan kekal sebagai milk seseorang.
الْغُرُورِ :Mengenanya tipuan dan rayuan terhadap orang yang engkau telah menipu dan merayunya. Dan jika hurup ‘ghin’nya difathah الْغَرُورِ artinya syetan, karena syetan telah menipu manusia dengan angan –angan kosong dan janji-janji dusta. Sedangkan menurut ibnu Arafah, yang disebut gurur itu adalah sesuatu yang jika dilihat secara dzahir (kasat mata) menyenangkan tetapi hakikatnya dibenci dan akan merugikannya.
Tafsir Ayat
Kematian bukanlah sesuatu hal yang harus ditakutkan, karena kematian pasti akan datang menjemput. Tidak ada seorang pun yang bisa lari dan menghindar dari padanya, siapa pun dan dimana pun dia maut pasti akan menjemputnya. Walaupun pejabat yang berdasi yang tinggal di istana yang kokoh dan mewah; walaupun raja yang dikawal oleh ribuan bala tentara yang gagah berani dan bersenjata lengkap, jika ajalnya tiba siapa yang bisa menghalanginya?
Kematian di dalam Al-Qur’an disebut juga dengan kata “ اليقين“ , sebagimana dalam surat Al-Hijr ayat 99 :
وَاعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتّٰى يَاۡتِيَكَ الۡيَـقِيۡنُ
Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.
اليقين pada ayat tersebut maksudnya adalah الموت sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para mufassir.
Dengan kalimat tersebut hendak menjelaskan kepada kita bahwa sebenarnya manusia sangat yakin tidak ada keraguan sedikitpun bahwa dirinya akan mengalami kematian. Hanya persoalannya, amal perbuatannya tidak mencermikan akan keyakinannnya terhadap kematian. Imam Hasan al-Bashri beliau berkata:
مَا رَأَيْتُ يَقِينًا أَشْبَهَ بِالشَّكِّ مِنْ يَقينِ النّاسِ بِالْمَوْتِ ثُمَّ لَا يَسْتَعِدُّونَ لَهُ
“Aku tidak melihat sesuatu yang meyakinkan tetapi seakan diragukan oleh manusia seperti keyakinan manusia terhadap kematian karena mereka tidak mempersiapkannya.” (Tafsir Al-Qurthuby)
Jika manusia yakin bahwa dirinya akan mati dan meninggalkan dunia, maka selayaknya tidak terlena dengan gemerlapnya kehidupan duniawi karena semua itu akan ditinggalkan. Jika manusia yakin bahwa dirinya akan mati dan meninggalkan dunia, tidak selayaknya menjadikan ibadah sebagai permainan semata atau alakadarnya saja. Jika manusia yakin bahwa dirinya akan mati dan meninggalkan dunia ini, maka tidak sepantasnya memposisikan dunia sebagai tempat istimewa sampai melupakan tempat keabadian di akhirat kelak. Maka Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk senantiasa mengingat kematian
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang dapat memutus kenikmatan (yaitu kematian).”(HR. Ibnu Majah)
Kematian juga diungkap oleh Al-Qur,an dengan kalimat اجل yang artinya batas waktu. Hal ini memberi pesan kepada kita bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang singkat, apapun yang terjadi pada manusia di dunia ini bersifat sementara. Maka jangan korbankan kehidupan yang bersifat abadi kelak di akhirat dengan kehidupan yang serba singkat ini.
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (QS. Al-A’raf:34)
Kematian tidak mengenal tua-muda, sehat-sakit, kaya-miskin, pejabat ataupun rakyat, karena ajal manusia sudah ditetapkan sebelum lahir ke alam dunia. Silih bergantinya waktu dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun, adalah memberi tahu kepada kita akan semakin dekatnya diri kita kepada ajal yang telah Allah tetapkan. Tetapi tidak sedikit manusia yang lalai akan hal itu dikarenakan kesibukan dunia yang menguras tenaga dan fikirannya sampai melupakan kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Allah mengingatkan kepada kita
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا .وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Tugas manusia adalah memanfaatkan dan memakmurkan jatah usia yang telah Allah berikan dengan berbagai kebaikan dan pengabdian kepada-Nya, karena Dunia adalah tempat beramal sedangkan akhirat tempat menuai hasil. Ada nasihat Ali Bin Abi Thalib yang patut kita renungkan.
ارْتَحَلَتْ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ
Dunia telah berjalan menjauhi, sedangkan akhirat telah berjalan mendekati. Dunia dan akhirat memiliki orang-orang (yang memburunya), maka hendaklah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) akhirat, janganlah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) dunia. Karena sesungguhnya hari ini (di dunia) ada amal dan belum ada hisab (perhitungan amal), sedangkan besok (akhirat) ada hisab dan tidak ada amal. (Bukhâri).
Kata yang sering kita dengar yang menunjukan makna kematian adalah kata wafat, ini terdapat di dalam Al-Qur’an dengan menggunakan bentuk fI’il
قُلْ يَتَوَفّٰىكُمْ مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِيْ وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan.” (QS. As-Sajdah:11)
Secara bahasa وفى artinya menepati janji dan menyempurnakan. Seseorang dikatakan wafat karena ia telah sempurna menjalani kehidupannya sesuai dengan ajal yang telah Allah tetapkan dan begitupun dengan rizqinya telah disempurnakan sesuai dengan yang telah ditaqdirkan untuknya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144).
Sabda Rasul tersebut merupakan nasihat kepada kita, tidak perlu menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta kekayaan karena semuanya sudah ada ketetapannya dan tidak perlu merasa hawatir dengan rizqinya karena semuanya sudah ada di dalam jaminan-Nya. Tugas kita sebagai manusia yang hidup di dunia adalah ikhtiyar berdasarkan kemampuan yang ada, Adapun hasilnya Allah yang menetapkan
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْۗ هَلْ مِنْ شُرَكَاۤىِٕكُمْ مَّنْ يَّفْعَلُ مِنْ ذٰلِكُمْ مِّنْ شَيْءٍۗ سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ࣖ
Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Ar-Rum:40)
Kematian disebut juga sebagai musibah, sebagaimana dalam salah satu ayat
فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ
lalu kamu ditimpa bahaya kematian (QS. Al-Maidah:106)
Adakalanya kematian itu musibah bagi dirinya dan adakalanya musibah bagi yang lainnya. Kematian jadi musibah bagi dirinya apabila dengan kematian tersebut menjadi bencana dan malapetaka di akhirat kelak, karena semua perwujudan amalnya di dunia jauh dari nilai-nilai keshalihan. Kematian tersebut dikatakan oleh Rasulullah saw ‘mustarahun minhu’.
Kematian jadi musibah bagi yang lain apabila dengan kematian tersebut orang-orang merasa kehilangan dirinya karena selama hidupnya selalu mewujudkan kesalehan dan menebarkan kebaikan kepada sesama. Kematian tersebut dikatakan oleh Rasulullah saw ‘mustarihun’
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ بْنِ رِبْعِيٍّ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرَّ عَلَيْهِ بِجِنَازَةٍ فَقَالَ مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْمُسْتَرِيحُ وَالْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ قَالَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
Dari Abu Qatadah bin Rib'i Al Anshari, ia menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah dilewati jenazah, kemudian beliau bersabda: "Mustarihun dan Mustarahun minhu". Para sahabat bertanya: 'Wahai Rasulullah, apa maksud anda mustarihun dan mustarahun minhu? ' Jawab Nabi: "seorang hamba yang mukmin akan memperoleh kenyamanan dari kelelahan dunia dan kesulitan-kesulitannya menuju rahmat Allah, sebaliknya hamba yang jahat, manusia, negara, pepohonan atau hewan menjadi nyaman karena kematiannya." (HR. Bukhari no. 6031)
Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, ya Rasulullah kapan terjadinya hari qiyamat? Beliau menjawab, “Apa yang telah kamu persiapkan?”. Dengan jawaban ini memberi isyarat bahwa kapan terjadinya hari qiyamat tidaklah penting, yang terpenting adalah amalan apa yang telah dipersiapkan untuk menghadapi hari tersebut.
Begitu pula dengan kematian, kapan dan di mana pun kita mati tidaklah penting, yang terpenting adalah dalam keadaan apa ketika maut menjemput kita? Dalam keadaan taat atau maksiat; mukmin atau kafir, tawadhu atau takabur!
Kematian bukanlah akhir dari segalanya tetapi merupakan awal menuju kehidupan yang kekal abadi. Surga dan neraka, itulah tempat kehidupan yang abadi. Karena yang mati itu bukanlah ruh tetapi jasadnya saja, walaupun jasadnya sudah hancur menjadi tanah tetapi ruhnya tetap utuh dan akan mempertanggung jawabkan atas amal yang telah dilakukannya waktu di dunia.
Sekecil apa pun amal yang dilakukan manusia pasti ada balasannya dengan tanpa dikurangi sedikit pun. Adapun orang yang berat timbangan kebaikannya maka ia akan berada di dalam kehidupan yang memuaskan, sedangkan orang yang ringan timbangan kebaikannya maka tempat kembalinya adalah neraka yang sangat perih siksaannya.
Oleh karena itu dunia tidak lebih sebagai tempat bercocok tanam, baik dan tidaknya tergantung cara menanam dan memelihara dari hama-hama yang akan merusak tanaman tersebut. Karena itu Rasulullah saw menggambarkan bahwa hidup di Dunia bagi orang mukmin bagaikan hidup di penjara, karena tidak lepas dari undang-undang Allah swt yang mengatur seluruh hidupnya. Sedangkan bagi orang kafir dunia itu adalah surga, karena hidup dalam kebebasan tanpa undang-udang Allah swt. Tapi ingatlah surga Dunia yang mereka rasakan itu adalah kenikmatan yang sedikit dan bagi mereka siksa yang sangat pedih di Akhirat kelak.
Bukanlah orang yang cerdik dan pandai yang mengorbankan kenikmatan yang abadi dan tiada akhirnya demi kesenangan yang sedikit dan sesaat, tetapi orang yang pandai adalah orang yang berpikiran jauh ke depan.
Para penghuni neraka tidak dapat menolak siksaan dan hinaan yang mereka terima, karena mereka tidak sadar bahwa di balik hawa nafsu yang senantiasa ia taati ada neraka yang akan menyiksanya; mereka tidak sadar bahwa hanya dengan taat kepada Allah lah akan diraih kenikmatan yang hakiki. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah ditipu oleh syetan dengan angan-angan kosong dan janji-janji dusta. Allah swt berfirman:
“Dan berkatalah syetan tatkala perkara hisab telah diselesaikan, sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tapi aku menyalahinya. Sekali kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-sekali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-sekali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu; sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Q.S. Ibrahim:22)
Panjang dan pendeknya umur, kaya dan tidaknya seseorang, berkuasa dan tidaknya manusia waktu di Dunia tidak lah menentukan bahwa ia yang paling baik dan mulya di hadapan Allah swt. Berkaitan dengan ini Allah menegaskan di dalam Qur’an surat Ali-Imran:178
“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh kami kepada mereka (memperpanjang mereka dan membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya) adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka adzab yang menghinakan”.
Ingatlah! Malaikat Izrail tidak akan lalai dari tugasnya, manusia tidak akan sanggup menolak kedatangannya.
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah:8)
Janganlah mati kecuali dalam keadaan berserah diri kepada Allah swt.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. (QS. Ali Imran:102)
Ditulis Oleh D.W. Ashidiq
(Mudir MTs.Persis 282 Cileutik)
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
DI BALIK UJIAN ADA KEBERKAHAN (MEMETIK HIKMAH DI BALIK PERJALANAN NABI IBRAHIM)
Ujian adalah sebuah keniscayaan bagi seorang mukmin, tidak ada satu waktu dan ruang pun yang kosong dari ujian Allah swt, sebab apa yang terjadi pada diri kita di dunia yang fana ini se
TADABBUR QUR'AN (QS. AL-BAQARAH :183)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَام كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَ�
Harta Kita Kah ?
Manusia adalah mahluk lemah dan hina yang Allah ciptakan dari setetes air mani yang terpanacar, lalu Allah sempurnakan penciptaannya melebihi mahluk-mahluk yang lainnya, sebagaiman yang
KITAKAH WALIYYULLAH ITU ?
AL-Wali bentuk jamaknya adalah AL-Auliya yang berarti dekat, mengerjakan sesuatu, menolong, dan mencintai. Lafadz wali dalam Al-Qur'an kadang bermakna isim fa'il (subjek) yang diartikan
KEDUDUKAN DAN TUGAS MANUSIA
Manusia bukanlah mahluk yang diciptakan Allah dari emas, perak, intan, permata, atau pun mutiara, melainkan dari setetes air yang hina, ia sendiri merasa jijik hanya sekedar untuk