• PESANTREN PERSATUAN ISLAM NO. 282 CILEUTIK
  • Mewujudkan Generasi Rabbani yang Tafaqquh Fiddin

3 KUNCI PEMBUKA PINTU KEBERKAHAN

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ, قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Dari Abu Dzar ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kepada Allah di manapun kau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR.Tirmidzi, 4/355)

Ada tiga kunci untuk membuka pintu keberkahan, sebagaimana yang telah dinasihatkan Rasulullah Saw kepada sahabat Abu Dzar al-Ghifari, dan tentunya nasihat ini untuk semua umatnya. Jika ke 3 nasihat ini dijadikan konsep dan landasan dalam beramal maka bisa dipastikan akan terwujud hayatan thayyibatan kehidupan yang baik, kehidupan yang penuh dengan keberkahan, fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah dan akan berdampak kemaslahatan bagi yang lain.

 

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ (Bertakwalah kepada Allah di manapun kau berada)

Taujih dari Rasulullah ini mengajarkan dan menegaskan kepada kita, bahwa ketakwaan itu tidak tersekat oleh waktu, tempat dan keadaan. Kapanpun, di manapun, dalam kondisi bagaimanapun dan sampai kapanpun wajib menghadirkan ketakwaan.

Ketika sendiri atau bersama orang lain, ketika di masjid atau pun di luar masjid, ketika sehat ataupun sakit, ketika banyak harta ataupun kekurangan harta, takwa harus senantiasa hadir dan menyertai dalam kehidupan ini samapai datang ajal menjemput.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian. (QS. Al-Hijr: 99)

Bertakwa kepada Allah berarti menjaga diri dari murka dan adzab-Nya dengan melaksanakan apa yang diridhai-Nya, sehingga setiap hal dalam kehidupan ini senantiasa terkoneksi dengan sang Maha Pencipta, karena yakin  انّا لله وانّا اليه راجعون (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Jika ini sudah menjadi aqidah dalam diri, maka ان صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين  (Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam) bukan hanya sebatas janji dan kata-kata saja, tetapi akan nampak jelas pada setiap gerak dan langkahnya karena sudah menyatu dengan napas kehidupannya.

Maksimalkan dan optimalkanlah ketakwaan dengan segenap jiwa raga dan kemampuan yang ada, sebagaimana dalam firman-Nya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa... (QS. Ali-Imran: 102)

Ibnu Mas’ud menafsirkan ayat ini dengan mengatakan:

أَنْ يُطاع فَلَا يُعْصَى،وَأَنْ يُذْكَر فَلَا يُنْسَى، وَأَنْ يُشْكَر فَلَا يُكْفَر

Mentaati Allah Swt sehingga kita tidak berbuat maksiat kepada-Nya, selalu ingat kepada Allah Swt tidak melupakan-Nya dan selalu bersyukur kepada Allah tidak kufur kepada-Nya.  (Tafsir Ibnu Katsir, 1/424)

Jadikanlah ketakwaan sebagai puncak kemulyaan dan harga dirinya, maka ketakwaan akan menjadi solusi dari berbagai persoalan, sebagaimana firman-Nya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا.وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS. At-Tahrim: 2-3)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya (QS. At-Tahrim:4)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya (QS. At-Tahrim:5)

 

وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا  (hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya)

Apabila kejelekan dibiarkan serta tidak ada upaya untuk melakukan pertaubatan dan tidak diimbangi dengan kebaikan serta amal shaleh, maka kejelekan itu akan menguasi dirinya hingga pada akhirnya sulit untuk keluar darinya, jikapun keluar dari satu kejelekan atau dosa makai ia akan melakukan kejelekan atau dosa lain yang mungkin lebih besar, itulah tanda seseorang terkena laknat di dunia, sebagaimana diisyaratkan  dalam firman-Nya:

كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak! Bahkan hati orang-orang kafir itu telah tertutup oleh dosa yang mereka kerjakan (rôn). (QS. Al Muthoffifin: 14).

Hasan Al Bashri menerangkan makna “rôn” pada ayat di atas,

هُوَ الذَّنْبُ عَلَى الذَّنْبِ حَتَّى يَمُوتَ الْقَلْبُ

“Itu adalah dosa yang ditumpuk dosa sehingga mematikan hati” (Tafsir al-Baghawi, 5/225).

Maka, dengan mewujudkan dan membiasakan kebaikan dan amal shaleh setidaknya bisa mencounter laju kejelekan yang ada pada diri dan berlahan tapi pasti beban dari kejahatan atau dosa berupa siksa bisa terangkat.

Ibadah atau amal shaleh yang kita lakukan akan mendatangkan dua keuntungan, di satu sisi akan mendatangkan pahala dan di sisi lain menjadi penghapus dari dosa-dosa yang telah dilakukan selama dosa tersebut tidak termasul al-kabaair ‘dosa-dosa besar’. Di antaranya Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ .قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "maukah aku tunjukkan kepada kalian pada amal yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?" mereka menjawab:"tentu, wahai Rasulullah!" Rasul menjelaskan, "menyempurnakan wudu ketika ketika sulit, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu shalat sesudah shalat (selalu waspada dengan waktu shalat). Itulah ribath (kewaspadaan)". (HR. Muslim, 1/219)

Menurut Sebagian ulama tanda diterimanya suatu amal adalah akan diikuti oleh amal-amal saleh lainnya:

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 583).

كما قال بعضهم : ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن عمل حسنة ثم اتبعها بعد بحسنة كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى كما أن من عمل حسنة ثم اتبعها بسيئة كان ذلك علامة رد الحسنة و عدم قبولها

Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan yang melakukan kebaikan lantas setelahnya malah ada kejelekan, maka itu tanda tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388).

 

وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ (bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik)

Ketenangan, kenyamanan dan ketumaninahan hidup di masyarakata bisa terwujud jika pribadi-pribadinya memiliki akhlaq yang mulia. Rasulullah Saw menjadi teladan sepanjang masa, dengan akhlaqnya yang mulia menjadi magnet tersendiri sehingga orang-orang merasa nyaman jika ada bersamanya, karena tidak ditemukan pada dirinya sikap kasar, dzalim dan merendahkan yang lain. Jangankan seorang muslim, seorang kafir pun merasakan kenyamanan dan kedamaian dengan akhlaq dan kepribadian Rasulullah Saw.

Setidaknya ada dua poin penting dalam hidup bermasyarakat yang telah Allah Swt ajarkan dan telah diwujudkan oleh Rasulullah Saw dalam kesehariannya, ke dua poin tersebut adalah:

Pertama, Hadirkan kebaikan dalam diri sehingga orang lainpun bisa merasakan kebaikan tersebut

Kebaikan seorang mukmin bukan hanya wujud dari nuraninya sebagai manusia, tetapi lebih dari itu lahir dari keimanan dan ketauhidan yang terpatri dalam hati, sebagaimana yang telah Allah gambarkan dalam firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ . تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim: 24-25)

Kalimat Tauhid yang terpatri di dalam hati laksana pohon yang akarnya  kuat menancap di dalam tanah dan ranting-rantingnya menjulang tinggi ke arah langit serta menghasilkan buah-buahan di setiap waktu. Permisalan yang Allah buat tersebut hendak menjelaskan bahwa dari keimana yang kuat dan ketauhidan yang kokoh akan terwujud berbagai kebaikan dan amal shaleh di setiap saat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beliau berkata:

فإذا صحت صح بها كل مسألة وحال وذوق، وإذا لم يصححها العبد فالفساد لازم له في علومه وأعماله.

Apabila akarnya (kalimat tauhidnya) beres, maka akan beres pula setiap masalah, keadaan dan perasaannya. tetapi apabila seorang hamba tidak membereskan tauhidnya, maka kerusakan akan senantiasa menyertainya pada setiap ilmu dan amalnya. (Fathul Madjid, 1/37)

Kebaikan yang akan bernilai pahala dan dijanjikan surga adalah kebaikan yang dilandasi dengan iman dan ketauhidan, bukan hanya sebatas pertimbangan hati dan nurani saja. Dalam Riwayat Al-Bukhari, Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa berimana kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata baik atau diam.

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi

Apa yang menjadikan istimewa dan berharga dari amalan-amalan yang disebut Rasul pada hadis tersebut di atas? Bukankah orang-orang kafir yang jelas-jelas mereka tidak beriman kepada Allah dan hari akhir pun bisa melakukan amalan-amalan tersebut,? Tidak sedikit orang-orang kafir atau musyrik mereka berlaku baik dalam bertetangga, tidak mengganggunya, memulyakan tamunya, baik dan sopan dalam berucap, bahkan sangat menjaga kekerabatan. Jika kita fahami hadis tersebut di atas, yang menjadikannya istimewa dan berharga tiada lain adalah keimanan yang menjadi pendorong terwujudnya amal tersebut.

Ketika menyebutkan iman kepada Allah dan hari akhir setidaknya ada beberapa faidah yang bisa kita fahami, di antaranya:

  1. Keimanan yang kokoh akan memancarkan cahaya kebaikan di dalam berbagai hal dan kondisi.
  2. Keimanan yang sahih akan mendorong seseorang untuk mewujudkan berbagai kebaikan dan kemaslahatan untuk diri, masyarakat dan lingkungan
  3. Kebaikan yang dilakukan dengan dasar iman tidak akan terpengaruh oleh pujian atau celaan dari mahluk, karena penghargaan yang diharapkannya hanyalah dari Allah Swt. Dan ia yakin, ketika berbuat kebaikan, maka dirinyalah yang pertama mendapatkan kebaikan tersebut, sebagaimana yang telah Allah tegaskan dalam firman-Nya

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا

Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri. (QS. Al-Isra:7)

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (QS. Ar-Rahman:60)

Dengan demikian, berbuat baiklah  ‘فاستبقوا الخيرات‘, karena setiap kebaikan yang dilandasi dengan keimanan tidak akan ada yang mubadzir dan sia-sia, semuanya akan dinilai dan dihargai oleh Allah dengan harga yang sangat mahal, yaitu rahmat-Nya berupa pahala dan surga.

Kualitas seseorang bisa dilihat dari sejauhmana ia menghadirkan dan memberikan kemanfaatan bagi orang lain sebagai perwujudan dari keimanannya, sebagaimana yang telah Rasul sabdakan:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. (Musnad As-Syihab, 2/223)

Kedua, bersabarlah dari gangguan orang lain, karena jika keburukan dibalas dengan keburukan lagi akan lahir permusuhan dan pertengkaran yang tidak ada ujungnya. Berikut adalah nasihat dari Allah dan Rasul-Nya:

وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushilat:34)

عن شيخ من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أنّ النبي صلى الله عليه وسلم قال: الْمُسْلِمُ إِذَا كَانَ مُخَالِطًا النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، خَيْرٌ مِنَ الْمُسْلمِ الَّذِي لاَ يُخَالِطُّ النَّاسَ، وَلا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

Dari seorang syeikh salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam beliau bersabda: "Jika seorang muslim bergaul (berinteraksi sosial) dengan orang lain dan bersabar atas gangguan mereka, adalah lebih baik daripada seorang muslim yang tidak bergaul (tidak berinteraksi sosial) dengan orang lain dan tidak bersabar atas gangguan mereka."  (HR. Tirmidzi)

Hal yang mesti diyakini oleh setiap mukmin, apabila Allah mencintai dan memuliakan hamba-Nya, maka hinaan, celaan atau gunjingan orang lain terhadap dirinya tidak akan menjadikannya rendah dan hina. Pun demikian, apabila Allah murka dan merendahkannya, maka sehebat apapun pujian, sanjungan atau penghargaan orang lain terhadap dirinya tidak akan menjadikannya mulia dan terhormat.

Karena Allah lah Dzat yang Maha mulia, yang memuliakan dan merendahkan siapa saja yang dikendakinya, sebagaimana dalah firman-Nya:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran:26)

Carilah keridhaan Allah, maka kebaikan akan senantiasa menyertainya. Dan janganlah mengundang murka Allah demi mendapat simpati dan keridhaan manusia, karena yang demikian hanya akan menyengsarakan dan menjauhkannya dari keberkahan hidup.

مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَأَرْضَى النَّاسَ عَنْهُ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ، سَخَطَ اللهُ عَلَيْهِ، وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ.

Barangsiapa mencari keridhoan dari Allah (saja) meskipun manusia benci kepadanya, niscaya Allah akan ridho kepadanya dan Dia akan menjadikan manusia ridho kepadanya pula. Dan barangsiapa mencari keridhoan dari manusia dengan membuat Allah murka kepadanya, niscaya Allah akan murka kepadanya dan Dia akan menjadikan manusia murka kepadanya pula.” (HR. Ibnu Hibban, 1/486)

Di antara keridhoan Allah pada manusia ialah ketika ia mampu membalas kejelekan orang lain dengan kebaikan serta menjauhi dengki dan dendam. Kebaikan yang dilandasi dengan keimanan akan senantiasa hadir dalam kehidupannya, walaupun tidak ada pujian dan penghargaan dari orang lain. Inilah akhlaq islam yang diwujudkan oleh Rasulullah Saw dalam kesehariannya.

Rasulullah Saw ditanya oleh Uqbah bin ‘Amir tentang amal yang paling utama, Ketika itu Rasulullah Saw bersabda:

صِلْ مَنْ قَطَعَكَ، وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ، وَاعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ

Sambungkan hubungan silaturahim terhadap orang yang memutuskannya, berikanlah sesuatu kepada orang yang telah mengharamkannya untukmu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimi kamu. (HR. Ahmad, 28/654)

Hal yang sangat wajar dan dimengerti oleh akal serta diterima oleh hati nurani, jika berbuat baik kepada orang yang sering berbuat baik kepada dirinya, memberikan sesuatu kepada orang yang suka memberi kepada dirinya dan memaafkan orang yang senantiasa memaafkan kesalahan dirinya. Tetapi dengan dorongan iman seseorang bisa lebih dari itu, yaitu berbuat baik kepada orang yang selalu berbuat jahat kepada dirinya, memberi kepada orang yang tidak pernah memberi kepada dirinya dan memaafkan orang yang sering menzhalimi dirinya.

 

Ditulis Oleh : DW. Ashidiq

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
HATI-HATILAH DALAM BERJABAT TANGAN

Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti syariat islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat, komprehensif berarti bahwa islam merangkum seluruh as

28/02/2023 09:47 - Oleh Administrator - Dilihat 75 kali